- Yang diadakan bila ada kejadian tertentu misalnya: bencana, bencana alam, hama penyakit, gerhana matahari, huru-hara, perang, dll.
- Yang diadakan: sehari-hari, hari tertentu, sasih (bulan) tertentu, dan warsa (tahun) tertentu.
- Yang diadakan disuatu tempat: pekarangan, rumah, pura, sanggah, Banjar, Desa, seluruh pulau (Bali), seluruh dunia, danau, laut, hutan, gunung, dll.
- Mengikuti upacara pokok Panca Yadnya.
- Sri-Durgha, berkedudukan di timur. Ia menciptakan: Kalika-Kaliki, Yaksa-Yaksi, Bhuta Dengen.
- Dhari-Durgha, berkedudukan di selatan. Ia menciptakan: Bhuta Kapragan.
- Suksmi-Durgha, berkedudukan di barat. Ia menciptakan: Kamala-Kamali, Kala Sweta.
- Raji-Durgha, berkedududkan di utara. Ia menciptakan: Bregala-Bregali, Bebai.
- Durgha, berkedudukan di tengah-tengah. Ia menciptakan: Bhuta Janggitan di timur, Bhuta Langkir di selatan, Bhuta Lembu Kaniadi barat, Bhuta Taruna di utara, Bhuta Tiga Sakti di tengah-tengah, Bhuta Lambukan di tenggara, Bhuta Hulu-Kuda dan Bhuta Jinggadi barat daya, Bhuta Ijo di barat laut, dan Bhuta ireng di timur laut.
- Trimurti menugaskan para Sulinggih-Sulinggih berpaham Siwa, Waisnawa, dan Bodha untuk “nyomia” Bhutakala melalui upacara/upakara Caru atau Tawur.
- Sebelum nyomia para Bhutakala para Sulinggih memohon agar Bhatari Durga berkenan kembali menjadi Dewi Uma dan Mahakala kembali menjadi Pretanjala. Untuk ini dihaturkan banten jangkep yang ada di panggungan.
- Catus Pata dipilih sebagai tempat pelaksanaan Tawur (terutama pada Tawur Kesanga) karena di Catus Pata – lah mula pertama Dewi Uma berubah menjadi Bhatari Durga serta mencipta wateking Bhutakala tersebut, dan di Catus Pata pula Sang Pretanjala berubah menjadi Mahakala
- Di zaman lampau Catus Pata ditetapkan oleh Raja atas saran Bhagawanta. Kini bagi Desa-Desa Pakraman yang baru,penetapan Catus Pata dilakukan oleh perarem Desa Pakraman setelah mendapat saran dari seorang Sulinggih.
- “Peraturan yang dibuat oleh Dewa” dituangkan dalam Lontar Dharma Caruban dan Lontar Tutur Lebur Gangsa dalam bentuk upacara mepepada, yang diadakan di Pura Desa setempat sebagai linggih Bhatara Brahma.
- Semua beburon sebelum diupacarai dimandikan terlebih dahulu kemudian dikenakan kain menurut warna pengider disertai kalungan uang kepeng manut urip.
- Alat-alat yang ikut diupacarai: blakas, golok, taledan, lumpyan, pane, lesung, tungku, talenan, payuk, ilih, siut, sendok, katikan sate, cubek. Juga disertai lakar base genep.
- Ayam manca warna, masing-masing untuk: putih – Bhuta Janggitan, biying – Bhuta Langkir, siungan – Bhuta Lembu Kania, hitam – Bhuta Taruna, brunbun – Bhuta Tiga Sakti
- Ayam biying kuning, untuk Bhuta Jingga **)
- Ayam ijo, untuk Bregala-Bregali, Bebai
- Ayam Ijo, untuk Bhuta Ijo ***)
- Ayam klawu, untuk Bhuta Ireng ****)
- Ayam wangkas, untuk Bhuta Lambukan *)
- Angsa putih, untuk Korsika
- Asu bang bungkem, untuk Bhuta Hulu Kuda
- Banteng, untuk Bhuta Ijo ***)
- Bawi palen,untuk Mahakala
- Bebek belang kalung, untuk Panca Mahabhuta
- Bebek bulu sikep, untuk Bhuta Lambukan *)
- Godel, untuk: Gargha, Kapragan, Mrajapati.
- Kambing coklat/kuning, untuk Maitri, Kamala-Kamali, Kala Sweta, Banaspati
- Kambing coklat, untuk Bhuta Jingga **)
- Kambing selem, untuk Kurusya, Bnaspati Raja
- Kambing sewarna, untuk tapakan Bhatara Di Sanggar Tawang
- Kebo yusmerana, untuk Bhuta Ireng ****)
- Kidang, untuk Kalika-Kaliki, Yaksa-Yaksi, Dengen, Anggapati
- Manjangan, untuk Bhuta Ijo ***)
- Penyu (punggalan), sampelan kebo, sampelan kambing, untuk pelengkap catur niri
- Kinelet melayang-layang: kepala, kaki, ekor, dan kulit utuh
- Winangun urip: letak hewan tertelungkup dan ada unsur-unsur tulang rusuk, tulang punggung, tulang kaki dan tulang ekor
- Urab/Reramesan barak dan putih: berisi daging, lidah, hati, lemak, kulit, darah (kalau reramesan barak)
- Getih matah: darah segar yang ditampung di sebuah kau ketika menyembelih hewan, diiisi lontar nama hewannya
- Sate (jejatah) lembat, asem, dan calon disebut Trinayaka sebagai persembahan tubuh hewan termaksud yang suci dengan aksara Ang – Ung – Mang
- Gayah: punggalan bawi, winangun urip, mejatah katikan sanjata Dewata Nawa Sanggha, ditambah mejatah katikan-katikan: bagia, orti, surya, candra, tunjung, cempaka, pidpid, sapudaki, konta, japit dumi, oret-oret, satuh, don, jerimpen, ancak, penyeneng, sandat, endongan, satuh, bingin.
- Bahan-bahan upakara dalam pecaruan terdiri dari tiga jenis: Mataya, Mantiga dan Maharya. Ephos Mahabharata menyebutkan, Mataya, Mantiga dan Maharya sebagai penganti kurban (caru) manusia. Ketika itu Duryodana menginginkan kurban kepala Panca Kumara (putra-putra Pandawa) tetapi olehAswatama Panca Kumara diganti dengan Mataya, Mantiga dan Maharya. Pengganti tulang-belulang manusia adalah anyaman “sengkui”
- Mataya adalah bahan dari tumbuh-tumbuhan: daun, bunga, buah, pohon, biji-bijian, umbi-umbian, arak, tuak, berem.
- Mantiga adalah hewan yang lahir dua kali (melalui telur): ayam, bebek, angsa, burung.
- Maharya adalah hewan yang lahir satu kali (tidak melalui telur) dan berkaki empat: babi, sapi, kerbau, kambing, anjing
- Penempatan hewan caru mengacu pada kedudukan Panca Korsika dan Bhuta, disesuaikan dengan warna bulu hewan itu. Hal ini juga disebutkan dalam ephos Mahabharata, ketika Dewi Kunti hendak mengorbankan Sahadewa untuk “nyupat” Panca Korsika.
- Warna-warna: bulu hewan, kober, tumpeng, kelungah, dangsil, sanganan, nasi, beras, bunga, benang, dll mengikuti warna pengider: sweta (putih), dumbra (merah muda), rakta (merah), rajata (oranye), pita (kuning), syama (hijau), kresna (hitam), biru (abu-abu), dan sarwa suwarna (campuran)
- Warna-warna itu selain sebagai identitas Dewa-Dewa yang menjaga keseimbangan, juga sebagai simbol berbagai sifat yang ada dalam diri manusia: putih: suci; merah-muda: kesucian yang ternoda oleh kemarahan; merah: marah; oranye: marah karena nafsu tak terpenuhi; kuning: nafsu; hijau: serakah; hitam: iri-hati; abu-abu: iri-hati yang terselubung.
- Dari 9 warna yang ada, hanya 1 (warna putih) sebagai simbol sifat baik yang bisa dikalahkan oleh warna lain simbul keburukan. Oleh karena itu warna putih dibanyakkan dengan tepung beras yang dirajah pada banten Rsi Gana.
- Dengan demikian sifat-sifat buruk manusia diusahakan di-”somiya” melalui pecaruan sehingga Asuri Sampad (sifat keraksasaan) dapat berubah menjadi Daiwi Sampad (sifat kedewataan)
- Urip/neptu artinya: hidup, baik, lancar mencapai tujuan. Berkaitan dengan dewasa atau waktu yang mempunyai pengaruh besar pada alam semesta (bhuwana agung) serta menuntun manusia menuju hidup yang harmonis, bahagia, sejahtera.
- Penggunaan urip/neptu pada caru dasarnya adalah panca wara, karena sesuai dengan mitologi panca korsika, yakni: umanis urip 5 di timur, paing urip 9 di selatan, pon urip 7 di barat, wage urip 4 di utara, dan kliwon urip 8 di tengah. Jumlah urip panca wara = 33 juga sesuai dengan jumlah Dewa menurut Sathapatabrahmana dimana para Dewa diyakini berperan menjaga keselamatan bhuwana agung.
- Penggunaan urip/neptu pada tawur dasarnya membentuk padma bhuwana (lingkup bhuwana agung menurut pengider-ider) maka digunakan astawara, dimana urip panca wara diatas ditambah dengan: guru urip 8 di tenggara, rudra urip 3 di barat daya, kala urip 1 di barat laut dan sri urip 6 di timur laut. Jumlahnya = 18 dimana secara matematis total digit: 1 + 8 = 9 (jumlah pengider-ider dewata nawa sanggha)
- Urip/neptu tersebut digunakan dalam banten caru/tawur untuk antara lain jumlah: tumpeng, reramesan, sate, tangkih, jinah, dll.
- Diadakan sekitar area caru/tawur, bertepatan dengan upacara.
- Sabungan ayam 3 seet (ronde) semuanya setelah itu disambleh
- Diikuti dengan adu buah kelapa, telur bebek dan tingkih 3 kali
- Ada “toh” namun tanpa unsur judi, artinya kemenangan toh di dana-puniakan kepada penyelenggara caru/tawur
1 komentar
Play Baccarat in Ireland | Free Baccarat Games, Bonuses
Baccarat is a fun and friendly game from Pragmatic Play. 바카라 사이트 추천 It is easy to learn and easy to play. It's an exciting game and you'll enjoy!
EmoticonEmoticon